BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 05 September 2009

ANATOMI SISTEM PERNAFASAN

A. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia

2. Faring
• Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

3. Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea
• Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu

4. Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

B. Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
• Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
• Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
• Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
• Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

2. Bronkiolus
• Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
• Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

4. Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
• Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
• Dan kemudian menjadi alveoli

6. Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

PARU
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya

PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru

Askep Hipoglikemia



A. Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari 50 mg/%.
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s
- Hiperfungsi kelenjar adrenal
- Penyakit hati

Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:

- Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.

- Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

- Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

- Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.

B. Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

2. Riwayat :
- ANC
- Perinatal
- Post natal
- Imunisasi
- Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
- Pemakaian parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Pemakaian Corticosteroid therapi
- Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
- Kanker

3. Data fokus
Data Subyektif:
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel

Data obyektif:
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
- Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
- Plasma glukosa <>

C. Diagnose dan Rencana Keperawatan

1. Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi

Rencana tindakan:
- Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
- Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
- Monitor vital sign
- Monitor kesadaran
- Monitor tanda gugup, irritabilitas
- Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
- Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
- Cek BB setiap hari
- Cek tanda-tanda infeksi
- Hindari terjadinya hipotermi
- Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
- Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
- Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
- Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril
- Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas.
- Perhatikan kondisi feces bayi
- Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
- Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
- Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.

3. Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan pengeluaran keringat
- Cek intake dan output
- Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
- Cek turgor kulit bayi
- Kaji intoleransi minum bayi
- Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI

4. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada otot
- Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
- Lakukan fisiotherapi
- Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.

( Sex Edu ) kondom wanita

Kondom wanita adalah kondom yang dirancang khusus untuk digunakan oleh wanita. Kondom ini berbentuk tabung silinder yang dimasukkan ke dalam alat kelamin wanita. Kondom khusus kaum wanita tersebut memiliki dua ujung di mana ujung yang satu yang dimasukkan ke arah rahim tertutup dengan busa untuk menyerap sperma dan ujung yang lain ke arah luar terbuka.
Bahan kondom terbuat dari polyurethane atau latex dengan dua buah cincin pada masing-masing ujungnya yang berfungsi sebagai rangka. Kondom wanita memiliki desain yang pas untuk bentuk organ vital perempuan yang konon lebih enak dipakai daripada kondom laki-laki. Kondom ini memiliki panjang 17an cm dan diameter 6 hingga 7 cm.

Harga kondom wanita ini memang jauh lebih mahal dibanding kondom lelaki yang bisa berkali-kali lipat. Walaupun demikian kondom ini tidak bisa menjamin aman digunakan dan anti sobek 100% karena bisa saja sobek jika salah dalam penggunaan, kesalahan produksi pabrik, kadaluarsa, dan lain sebagainya. Semakin banyak pilihan maka semakin sulit pula untuk mengatakan tidak pada kondom. Kondom kini tidak hanya digunakan untuk pasangan pranikah saja, namun juga oleh pasangan yang resmi menikah untuk mencari alternatif dan sensasi yang berbeda.

Condom wanita ini bisa digunakan untuk berbagai situasi dan kondisi dalam berhubungan seks / badan / intim / suami isteri baik dalam keadaan menstruasi atau datang bulan dan menyusui atau baru melahirkan. Namun jangan sekali-kali digunakan pada wanita yang masih perawan atau gadis karena akan sangat menyakitkan karena akan merusak selaput dara kegadisan si wanita tersebut.

Cara Pakai / Memakai / Menggunakan Kondom Wanita :

1. Ujung yang tertutup di bentuk lonjong pipih atau bisa juga angka delapan dengan salah satu jari-jari tangan.





























2. Tangan yang lain membuka bibir vagina dan yang memegang ujung kondom yang tertutup memasukkan ke dalam lubang kemaluan.










3. Setelah cincin masuk ke dalam vagina, tangan yang satu memasukkan jari ke dalam kondom untuk mendorong agar kondom bisa masuk seluruhnya. Usahakan cincin yang di dalam menghadap langsung ke arah mulut rahim.







4.Rapihkan cincin bagian luar yang terbuka di bibir vagina. Kondom siap dipakai untuk berhubungan badan suami istri. Selamat menikmati.
















5. Untuk melepasnya tinggal dicabut pelan-pelan dan lapisan bagian cincin yang luar dipencet agar air mani tidak berantakan kemana-mana.











Pengertian bronkhitis

Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).

Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan

Anatomi sistem pernafasan
Saluran pernafasan bagian atas

Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.

Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.

Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

Saluran pernafasan bagian bawah.

Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.

Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.

Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).

Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses yaitu :
Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler paru.
Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.

Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.

Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.

Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.

Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

Manifestasi klinis

Keluhan
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.

Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah

Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.
KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter, 4,8 liter).
VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter, 1,2 liter).
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter, 6,0 liter).
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal 1,8 liter, 2,2 liter).

Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.

Penganganan
Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
Menghindari merokok
Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
Nutrisi yang baik.
Hidrasi yang adekuat.
Terapi khusus (pengobatan).
Bronchodilator
Antimikroba
Kortikosteroid
Terapi pernafasan
Terapi aerosol
Terapi oksigen
Penyesuaian fisik
Latihan relaksasi
Meditasi
Menahan nafas
Rehabilitasi

Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik waktu berobat.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependent
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat.
Penggunaan otot bantu pernafasan
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas ronchi
Perkusi hyperresonan pada area paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Pemeriksaan diagnostik :
Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
TLC : Meningkat
Volume residu : Meningkat.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.

Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.

Perencanaan Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.

Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Awasi GDA
Rasional : PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran

Rencana tindakan:
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.

Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.

Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.

Askep Bronchopnemonia

PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.

ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)


PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
6. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
7. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Soeparman, 1991)




MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
8. Pemeriksaan Laboratorium
· Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
· Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
· Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
· Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
· Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
9. Pemeriksaan Radiologi
· Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
· Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
10. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
11. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
12. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
13. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
14. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
15. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI
16. DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

Asma

I. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam –macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus

II. ETIOLOGI
Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen – inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang
Faktor Intrinsik
Infeksi :
- virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
- bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus
- jamur, misalnya aspergillus
· cuaca :
perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan
iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
emosional : takut, cemas dan tegang
aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari

III. PATOLOGI
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah:
Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)
Selaput lendir bronkus udema
Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.
Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:
a. Histamin
- Kontraksi otot polos
- Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
- Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata
b. Bradikinin
- Kontraksi otot polos bronchus
- Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
- Vasodepressor (penurunan tekanan darah)
- Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah
c. Prostaglandin
- bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)

IV. MANIFESTASI KLINIK
Wheezing
Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan
pernapasan cuping hidung
batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
diaphoresis
sianosis
nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn
tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

V. STADIUM ASMA
Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal.
Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar.
Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi.

VI. KOMPLIKASI
1. Status asmatikus
2. Bronkhitis kronik, bronkhiolus
3. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender
4. Pneumo thoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi
5. Kematian

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik
Foto rontgen dada
Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)
Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik)

VIII. PENATALAKSANAAN
Pencegahan terhadap pemajanan alergi
Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
Terapi cairan parenteral
Terapi pengobatan sesuai program
- Beta 2-agonist untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial
Albuterol (proventil, ventolin)
Tarbutalin
Epinefrin
Metaprotenol
- Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi
- Antikolinergik, seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek bronchodilator yang sangat baik
- Kortikosteroid diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi (deksametason)

KONSEP KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan masalah pernapasan
2. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan
3. Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya
4. Pemeriksaan fisik
Pernapasan
- Napas pendek
- Wheezing
- Retraksi
- Takipnea
- Batuk kering
- Ronkhi
Kardiovaskuler
Takikardia
Neurologis
Kelelahan
Ansietas
Sulit tidur
Muskuloskeletal
Intolerans aktifitas
Integumen
Sianosis
pucat
Psikososial
Tidak kooperatif selama perawatan
Kaji status hidrasi
- Status membran mukosa
- Turgor kulit
- Output urine
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Perubahan proses keluarga b.d. kondisi kronik
Kurang pengetahuan b.d. proses penyakit dan pengobatan]

III. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Tujuan :
- anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :
tidak ada wheezing dan retraksi
batuk menurun
warna kulit kemerahan
- anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang ditandai dengan saturasi oksigen ± 95 %
Intervensi:
a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas
R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler
R/; mengembangkan ekspansi paru
c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif
R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi
d. Lakukan suction jika perlu
R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak sendiri
e. Lakukan fisioterapi
R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru
f. Berikan oksigen sesuai program
R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi
Monitor peningkatn pengeluaran sputum
R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru
h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi
R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi

2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas
Intervensi :
Kaji tanda – tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan HR, peningkatan RR
R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih lanjut
Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup
R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
Minta orang tua untuk selalu menemani anak
R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan
Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam
R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi
Ajarkan teknik manajemen stress
R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress

3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan:
Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake

Intervensi:
a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya
R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan meningkatkan intake
b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna
R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna
c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi
R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive

Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Tujuan :
Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam
Intervensi:
a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam
R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya
b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan
R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar
c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat badan anak
R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok

Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Tujuan :
Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya

Intervensi:
a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan
b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi
R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan
c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak
R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

TYPHOID ABDOMINALIS

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998 ).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

B. Etiologi
a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
• antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
• antigen H(flagella)
• antigen V1 dan protein membrane hialin.
b) Salmonella parathypi A
c) salmonella parathypi B
d) Salmonella parathypi C
e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).


C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

D. Gejala Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
• Perasaan tidak enak badan
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
Menyusul gejala klinis yang lain
1. DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
• Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari
• Minggu II : Demam terus
• Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur
2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
• Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor
• Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
• Terdapat konstipasi, diare
3. GANGGUAN KESADARAN
• Kesadaran yaitu apatis – somnolen
• Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia
• Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit
• Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi
- Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai  1/200 atau peningkatan  4 kali antara masa akut dan konvalesene mengarah kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996).

F. Penatalaksanaan
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Perawatan
• Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
• Posisi tubuh harus diubah setiap  2 jam untuk mencegah dekubitus.
• Mobilisasi sesuai kondisi.
2) Diet
• Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)
• Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
• Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3) Obat
• Antimikroba
 Kloramfenikol
 Tiamfenikol
 Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)
• Obat Symptomatik
 Antipiretik
 Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.
 Supportif : vitamin-vitamin.
 Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996).

G. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
 Perdarahan usus
 Perforasi usus
 Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra intestinal.
 Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie.
 Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
 Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
 Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
 Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
 Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
 Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
 Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996).

H. Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif 1999).

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
2. Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.
4. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonil
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.

B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

C. Intervensi dan Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
Turgor kulit membaik
Intervensi :
 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
 Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
 Batasi pengunjung
R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
 Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
 Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum  2,5 liter / 24 jam
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
 Memberikan kompres dingin
R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi
 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
 Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
 Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
 Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/ untuk menghindari mual dan muntah.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
 Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.

 Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
 Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
 Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
 Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
 Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
 Anjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 liter / 24 jam.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
 Observasi kelancaran tetesan infuse.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

D. Evaluasi
Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :
 Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.
 Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.

 Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest
Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
 Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi