BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 30 November 2009

PERAWATAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

PERAWATAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM


Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Muchtar). Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berkelanjutan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan menimbulkan kekurangan cairan dan terganggunya keseimbangangan elektrolit (Prof.Ida Bagus,Gde Manuaba DSOG ,2000 )


Mual dan muntah biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat timbul stiap saat bahkan malam hari. Gejala-gejala ini timbul kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, frekuensi kejadian adalah per 1000 kehamilan. Berikut ini ada beberapa factor predisposisi dalam hiperemesis gravidarum :

· Faktor adaptasi dan hormonal : pada waktu hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi hiperemesis.Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, wanita anemia, diabetes dan khamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG.

· Faktor alergi dan organic : karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolic akibat khamilan serta retitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan-perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.

· Faktor psikologis : seperti rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keenggganan menjadi hamil atau pelarian kesukaan hidup.


Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester 1, bila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang, natrium darah dan klorida darah turun.selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonentrasi, sehingga aliran darah kejaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen kejaringan berkurang pula tertimbunya zat metabolic yang toksik.menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi 3 tingkatan :

* Tingkatan I (ringan ): mual muntah terus menerus yang memepengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun, merasa nyeri pada epigastrium, nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah menuru, turgor kulit berkurang,lidah mongering, mata cekung.

* Tingkatan II (sedang) : penderita tampak lebih lemah dan apatis, turrgor kulit mulai jelek, lidah mongering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat,suhu badan naik, mata mulai ikterik, berat badan menurun dan mata cekung, tensi turun,hemokonsenrtasi, oliguri, konstipasi,aseto tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.

* Tingkat III (berat) : keadaan umum lebih parah ( kesadaran menurun dari somnolen sampai koma ), dehidrasi hebat, nadi kecil,cepat dan halus, suu badan meningkat dan tensi menurun,terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal

dengan anselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia,dan penuruna mental, timbul ikterus yang menunjukan adanya payah hati.

P

erawatan hiperemesis gravidarum pada tingkat I dapat dilakukan dirumah karena masih tergolong ringan, sedangkan perawatan hiperemesis gravidarum pada tingkatan II dan III perlu perawatan yang lebih intensif yaitu rawat inap dirumah sakit.terapinya adalah sebagai berikut :

1. Isolasi : penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran idara baik, jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar masuk. Isolasi ini kadang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan.

2. terapi psikologis : berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takut dan khawatir, yakinkan penderita bahwa pnyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atau konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.

3. terapi cairan parenteral : Berikan cairan parenteral yang cukup elekteroit, karbohidrat dan protein dengan glukosa % dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin khususnyavitamin B kompleks dan vitamin C bila ada kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intra Vena.

4. terapi obat : memberikan obat pada hiperemesis gravidarumsebaiknya berkomunikasi dengan dokter,sehingga dapat dipilih obat yang tidak bersifat teratogenik (susunan obat) yang dapat diberikan adalah sedative ringan (phenobarhal/luminal 30 mgr, valium). anti alergi (medramer), daramamin,avemim), obat anti mual muntah(mediamer B6, emetrole, stimetil,avopreg ) semua yang disebutkan tersebut harus dengan resep dokter. Vitamin( vitamin B kompleks, vitamin C ).

5. menghentikan kehamilan : pada sebagian kecil kasus, keadaan tidak menjad baik bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk, delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus,anuria, dan perdarahan merupakan monifestasi komplikasi organic dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamialn. Keputusan untuk melakukan abortus terapetik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat tetapi pihak medis tidak boleh menunggu sampai menjadi irreversible pada organ vital.


Dalam pemberian makanan dan minuman sebaiknya diberi jarak. Dan diberi diet khusus yaitu dengan penekanan pemberian karbohidrat kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan goring-gorengan untuk menekan rasa mual dan muntah. Diet hiperemesis gravidarum memilikibeberapa syarat diantaranya dalah: karbohidrat tinggi yaitu 75-80 %, dari kebutuhan energi

total, rendah lemak yaitu 10% dari kebutuhan,protein sedang yaitu 10-15 % dari kebutuhan, makanan diberikan dalam bentuk kering, mudah dicerna, tidak merangsang pencernaan, pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien yaitu 7-10 gelas per hari, pemberian dioptimalakan pada makan malam dan selingan malam makanan secara berangsur ditingkatakan dalm porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi penderita tersbut.

v Diet heperemesis I (untuk hipergrav berat) : makanan terdiri dari roti kering, singkong atau baker atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1 – 2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung didalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu kama.

v Diet hiperemesis II diberikan jika mual muntah sudah berjurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan .makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecualikebutuhan energi.

v Diet hiperemesis III (untuk hipergrav ringan ).diet diberikan sesuai dengan kesangguan pasien, dan minman boleh diberikan bersama dengan makanan.makanan yang mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.

Dianjurkan untuk hiperemesis gravidarum seperti roti panggang, biscuit, buah segar dan sari buah.sedangkan makanan dan yang tidak dianjurakan seperti minuman botol ringan (coca cola, fanta, limun dll), sirop, kaldu tak berlemak, makanan yang berbumbu tajam, teh dan kopi encer, makanan yang mengandung zat tambahan ( pengawet, pewarna, dan baha penyedap).


Pencegahan untuk hiperemesis : memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hiang setelah kehamilan berumur 4 bulan, ibu dianjurakan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tapi sering, waktu bangun pagi jangan seger abangun dari tempat tidur,tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biscuit dengan the hangat, makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin, dan usahakan defekasi teratur.

Askeb Abortus inkompletus

Abortus masih sulit untuk diketahui frekuensinya, karena banyak yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat.

Untuk itu pelayanan dan penanganan abortus lebih ditingkatkan dan bisa terlaporkan dengan baik, mengingat abortus juga termasuk penyebab kematian ibu. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10 – 15 % ( Sarwono edisi 3; cetakan ke 4; 1997; 302 ).

1. Definisi
1. Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar. (obstetri patologi dan ginekologi, FK UNPAD)
2. Pengeluaran produk konsepsi secara spontan sebelum minggu ke 24 kehamilan (lebih sering terjadi antara minggu ke 8-12, lebih jarang trimester II karena mungkin etiologinya berbeda). Dr. M. Hakim, Phd, keadaan darurat ginekologi umum
3. Pengeluaran buah kehamilan pada waktu janin demikian kecilnya, sehingga tidak dapat hidup terus. Seto Martohu Sodo, kompedium patologi kebidanan UNPAD.

2. Etiologi
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, faktor-faktornya :
1) Kelainan kromosom, misal: trisomi, poliploidi dan kelainan kromosom seks
2) Lingkungan di dalam shim kurang baik
3) Pengaruh dari luar (radiasi, virus, obat-obatan)
b. Kelainan pada placenta
Misal: kelaman arteri pada hipertensi kronis ¬¬¬¬¬¬oksigenasi placenta. terganggu timbul gangguan pertumbuhan mengakibatkan janin mati.
c. Penyakit ibu (tifus abdominalis, pneumonia, pielonefritis, malaria)
d. Kelainan traktus genitalis (mioma uteri, retroversio uteri, kelainan bawaan uterus)
3. Patologi
Etiologi (misal: kelainan placenta pads kasus hipertensi kronis yang terdapat kelainan arteri) terjadi perdarahan.

Askeb Akseptor KB suntik Cycoflem

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinana ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, sejahtera (Wiyono, 1997).
Berbagai macam alat kontrasepsi yang disuguhkan kepada para akseptor KB antara lain suntikan, alamiah, AKDR, implant, kontrasepsi mantab (MOP dan MOW) dan pil KB.
Dari semua kunjungan akseptor KB. KB suntik kombinasi memiliki kontrasepsi sekitar pada 1 bulan terakhir ini. Oleh karena itu akan ditulis asuhan kebidanan pada Ny. “I” akseptor KB suntik kombinasi.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan kebidanan pada klien akseptor KB suntik kombinasi dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut Varney.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Dapat melakukan pengkajian pada akseptor KB suntik kombinasi.
1.2.2.2 Dapat menetapkan diagnosa dan masalah dari hasil pengkajian.
1.2.2.3 Dapat menetapkan tindakan segera.
1.2.2.4 Dapat menetapkan diagnosa potensial.
1.2.2.5 Dapat merencanakan asuhan kebidanan pada akseptor suntik kombinasi.
1.2.2.6 Dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang telah disusun.
1.2.2.7 Dapat mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah dilakukan.
1.3 PELAKSANAAN
Asuhan kebidanan ini disusun pada saat prektik klinik di BPS ……….. Surabaya pada tanggal ………………..

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Laporan studi kasus ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Pelaksanaan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KB
2.2 Konsep dasar Asuhan Kebidanan pada akseptor KB suntik kombinasi
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa dan Masalah
3.3 Diagnosa Potensial
3.4 Tindakan Segera
3.5 Planning
3.6 Implementasi
3.7 Evaluasi
BAB 4 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KB
2.1.1 Pengertian
Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinana ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, sejahtera (Wiyono, 1997).

2.1.2 Tujuan KB
2.1.2.1 Tujuan Demografis
Yaitu dapat dikendalikannya tingkat pertumbuhan penduduk sebagai patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan suatu target demografi berupa penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1971 menjadi 22 permil pada tahun 1990.
2.1.2.2 Tujuan Normatif
Yaitu dapat dihayati norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang pada waktunya akan menjadi falsafah hidup masyarakat Indonesia (Mochtar, 1998).

2.1.3 Sasaran KB
2.1.3.1 Sasaran Langsung
Yaitu pasangan usia subur (PUS) agar mereka menjadi peserta keluarga berencana lestari sehingga memberikan efek langsung pada penurunan fertilitas.
2.1.3.2 Sasaran Tidak Langsung
Yaitu organisasi-organisasi kemasyarakatan, instansi pemerintahan maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (Wanita dan Pemuda) yang diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap proses pembentukan sistem keluarga kecil bahagia sejahtera (Mochtar, 1998).

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi
2.1.4.1 Faktor-faktor Motivasi dan Rehabilitasi
1. Umur
2. Gaya hidup
3. Frekuensi senggama
4. Jumlah keluarga yang diinginkan
5. Pengalaman kontrasepsi yang lalu
6. Sikap kewanitaan dan kepriaan
2.1.4.2 Faktor kesehatan, kontraindikasi, absolut dan relatif
1. Riwayat haid
2. Efek samping minor
3. Komplikasi-komplikasi yang potensial
4. Pemeriksaan flek dan panggul
2.1.4.3 Faktor metode kontrasepsi penerimaan dan pemakaian berkesinambungan
1. Efektivitas
2. Efek samping minor
3. Komplikasi-komplikasi yang potensial
4. Kerugian
5. Biaya

2.1.5 Syarat Metode Kontrasepsi Yang Baik
2.1.5.1 Aman dan tidak berbahaya
2.1.5.2 Dapat diandalkan
2.1.5.3 Sederhana
2.1.5.4 Murah
2.1.5.5 Dapat diterima orang banyak
2.1.5.6 Pemakaian jangka panjang (Hartono, 1994)
2.1.6 Macam-Macam Metode Kontrasepsi
2.1.6.1 Metode Sederhana
Terdiri dari 2 macam yaitu dengan alat seperti kondom pria, kondum wanita, diafragma, servical cap, dan tanpa alat seperti metode alami, coitus interuptus.
2.1.6.2 Metode Modern
Terdiri atas kontrasepsi hormonal, seperti pil KB, KB suntik, implant, AKDR/IUD, kontrasepsi mantab, seperti MOW dan MOP.

2.1.7 KB Suntik Kombinasi
2.1.7.1 Pengertian
Adalah 25 mg deponaroxi progesteron acetat dan 1 mg estradiol sipionat yang diberikan injeksi 1 M sebutan seklai (cyclofem) dan 50 mg nereticinicon enafat dan 5 mg estradiol valenat yang diberikan injeksi 1 M sebutan sekali (Saifuddin, 2003).
2.1.7.2 Efektivitas
Sangat efektif (0.1 – 0.4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama penggunaan (Saifuddin, 2003).
2.1.7.3 Mekanisme
1. Menekan ovulasi
2. Membuat lendir menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu.
3. Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implementasi terganggu.
4. Penghambatan transportasi gamet oleh tuba
(Saifuddin, 2003).

2.1.7.4 Keuntungan
1. Risiko terhadap kesehatan kecil
2. Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami istri
3. Tidak diperlukan pemeriksaan dalam
4. Jangka panjang
5. Efek samping sangat kecil
6. Klien tidak menyimpan obat suntik
7. Mengurangi jumlah perdarahan
8. Mengurangi nyeri pada saat haid
9. Mencegah anemia (Saifuddin, 2003)
2.1.7.5 Kerugian
1. Terjadi perubahan pada haid
2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan dan keluhan seperti hilang setelah suntikan kedua dan ketiga.
3. Ketergantungan klien terhadap petugas kesehatan.
4. Penambahan berat badan.
5. Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian (Saifuddin, 2003)
2.1.7.6 Indikasi
1. Usia reproduksi
2. Setelah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak
3. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas tinggi
4. Mengyusui ASI pasca persalinan > 6 bulan.
5. Pasca persalinan dan tidak menyusui
6. Anemia
7. Nyeri haid hebat
8. Haid teratur
9. Riwayat kehamilan ektopik
10. Sering lelah menggunakan pil kontrasepsi
2.1.7.7 Kontraindikasi
1. Hamil atau diduga hamil
2. Menyusui di bawah 6 minggu pasca persalinan
3. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
4. Penyakit haid akut (virus hepatitis)
5. Usia > 35 tahun yang merokok
6. Riwayat penyakit jantung, stroke atau dengan tekanan darah tinggi (> 180/110 mmHg)
7. Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis > 20 tahun
8. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migrain
9. Keganasan payudaya. (Saifuddin, 2003)

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KB SUNTIK KOMBINASI
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Subyektif
1. Identitas
Yang dikaji meliputi biodata dan suami mulai dari nama, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat, no. telp.
2. Keluhan Utama
Dikaji keluhan klien yang berhubungan dengan penggunaan KB suntik kombinasi tersebut antara lain amenorea/ perdarahan tidak terjadi, perdarahan bercak, meningkatnya/ menurunnya BB.
3. Riwayat KB
Dikaji apakah klien pernah menjadi akseptor KB lain sebelum menggunakan KB kombinasi dan sudah berapa lama menjadi akseptor KB tersebut.
4. Riwayat Obstetri Lalu
Dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
5. Riwayat Menstruasi Lalu
Dikaji menarche pada umur berapa, siklus haid, lamanya haid, sifat darah haid, dysmenorhea atau tidak, flour albus atau tidak.
6. Riwayat Kesehatan dan Riwayat Klien
Dikaji apakah klien menderita penyakit jantung, hipertensi, kanker payudara, DM, dan TBC.
7. Riwayat Kesehatan dan Penyakit Keluarga
Dikaji apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit jantung, DM, TBC, hipertensi dan kanker payudara.
8. Pola Kehidupan
Dikaji meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas, pola aktivitas seksual, pola personal hygiene, dan kebiasaan sehari-hari.
2.2.1.2 Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Meliputi pemeriksaan pada tekanan darah, nadi, pernafasan, BB, TB, suhu badan, kesadaran.
2. Pemeriksaan Khusus
 Wajah : dilihat adanya bercak hitam (chloasma) adanya oedem, conjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus.
 Leher : diraba adanya pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe, adanya bendungan vena jugularis.
 Dada : dilihat bentuk mammae, diraba adanya massa pada payudara.
 Genetalia : dilihat dari condiloma aquminata, dilihat dan diraba adanya infeksi kelenjar bartholini dan kelenjar skene.
 Ekstrimitas : dilihat adanya eodem pada ekstrimitas bawah dan ekstrimitas atas, adanya varices pada ekstrimitas bawah.

2.2.2 Diagnosa dan Masalah
2.2.2.1 Diagnosa
Akseptor KB suntik 1 bulan.
2.2.2.2 Masalah
 Amerorhea
 Spotting
 Meningkat/menurunnya BB
2.2.2.3 Diagnosa Potensial
Tidak ada
2.2.2.4 Tindakan Segera
Tidak ada

2.2.3 Planning
2.2.3.1 Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien
Rasional : Klien mengetahui keadaan dan kondisinya.
2.2.3.2 Siapkan alat (spuit, kontrasepsi suntik kombinasi, jarum suntik, kapas alkohol).
Rasional : Alat tersebut diperlukan pada saat injeksi KB suntik kombinasi.
2.2.3.3 Siapkan klien (anjurkan klien tidur miring)
Rasional : Klien merasa nyaman waktu diinjeksi.
2.2.3.4 Siapkan petugas (cuci tangan)
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
2.2.3.5 Berikan injeksi pada daerah gluteal secara 1 M dalam yang sebelumnya dibersihkan dengan kapas alkohol 70%.
Rasional : Didaerah gluteal terdapat muskulus yaitu muskulus maximus.
2.2.3.6 Anjurkan pada klien untuk tidak memijat daerah yang disuntik.
Rasional : Apabila dilakukan pemijatan pada daerah yang disuntik obat akan terlalu cepat diserab.
2.2.3.7 Buang jarum dan spuit dalam kotak/tempat tahan tusuk
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi.
2.2.3.8 Anjurkan pada klien untuk datang/kunjungan ulang 1 bulan lagi.
Rasional : KB suntik kombinasi diberikan dengan interval dengan waktu 1 bulan.
2.2.3.9 Cuci tangan setelah melakukan injeksi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi.
2.2.3.10 Berikan konseling tentang masalah/keluhan klien
Rasional : Klien mendapatkan penjelasan atas masalahnya dan klien merasa tenang.

2.2.4 Implementasi
Melakukan rencana asuhan kebidanan yang disusun sesuai rencana dan melakukan follow up.

2.2.5 Evaluasi

BAB 3
TINJUAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
Pada tanggal : ……………… Pukul : 16.30 WIB
3.1.1 Data Subyektif
3.1.1.1 Identitas
Nama : Ny. I Nama Suami : Tn. H
Umur : 27 tahun Umur : 29 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : STM
Pekerjaan : - Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : - Penghasilan : -
Alamat : …………………. Surabaya

3.1.1.2 Keluhan Utama
Tidak ada keluhan.

3.1.1.3 Riwayat KB
Klien mengatakan sebelum menggunakan KB suntik ia tidak menggunakan KB lain.

3.1.1.4 Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun Warna : merah
Siklus : 28 hari Sifat : encer
Lama : ± 5 hari Dysmenorea : tidak
Flour albus : tidak

3.1.1.5 Riwayat Obstetri
No. Kehamilan Persalinan Nifas Anak KB Ket
Suami Usia Kehamilan Penyu
lit Peno
long Jenis Penyu
lit Seks BB/PB H M Laktasi

1.
1
9 bln
-
Bidan
Spontan
-
N
Laki-laki

3100/50
1,5th
6 bln
Suntik
1 bln

3.1.1.6 Riwayat Kesehatan dan Penyakit Klien
Klien mengatakan ia tidak menderita penyakit sistemik seperti hipertensi, hepatitis, asma, jantung, ginjal, TBC, maupun kanker payudara.

3.1.1.7 Riwayat Kesehatan dan Penyakit Keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit sistemik seperti, hipertensi, hepatitis, asma, jantung, ginjal, TBC, maupun kanker payudara.

3.1.1.8 Pola Kehidupan Sehari-hari
1. Pola Eliminasi
Klien mengatakan BAB 1 x sehari dan BAK ± 6 x/hari, dan tidak ada gangguan.
2. Pola Nutrisi
Klien mengatakan makan 3 x/hari dengan menu sepiring nasi, ikan dan sayur, kadang-kadang makan buah.
3. Pola Istirahat
Klien istirahat ± 10 jam/hari, tidur siang ± 2 jam dan tidur malam ± 8 jam.
4. Pola Aktivitas
Klien mengatakan aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.

5. Pola Aktivitas Seksual
Klien mengatakan melakukan hubungan seksual 2 – 3 x/minggu
6. Personal Hygiene
Klien mengatakan mandi 2 x/hari, gosok gigi 3 x/hari.
7. Kebiasaan Sehari-hari
Klien mengatakan ia tidak merokok, tidak minum-minuman beralkohol, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan tidak minum jamu.

3.1.2 Data Obyektif
3.1.2.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis BB : 56 kg
TTV : TD : 120/70 mmHg TB : 155 cm
N : 88 x/menit S : 36oC
RR : 24 x/menit
3.1.2.2 Pemeriksaan Khusus
 Wajah : tidak oedem, conjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada chloasma.
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada bendungan vena jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
 Dada : bentuk payudara simetris, tidak ada massa
 Abdomen : tidak ada pembesaran pada uterus
 Genetalia : tidak ada condilomalata, tidak ada condiloma aquminata, tidak ada infeksi kelenjar bartholini dan kelenjar skene, anus tidak ada hemoroid.
 Ekstrimitas : tidak oedem pada ekstrimitas atas maupun bawah serta tidak ada varices pada ekstrimitas bawah.

3.2 DIAGNOSA DAN MASALAH
3.2.1 Diagnosa
Akseptor KB suntuk 1 bulan

3.2.2 Masalah
Tidak ada

3.3 DIAGNOSA POTENSIAL
Tidak ada

3.4 TINDAKAN SEGERA
Tidak ada

3.5 PLANNING
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada klien
2. Siapkan alat (spuit, jarum suntik, kontrasepsi 1 bulan, kapas alkohol).
3. Siapkan klien, sarankan untuk tidur miring/tengkurap.
4. Siapkan petugas (cuci tangan), lalu mendesinfeksi bagian yang akan disuntik
5. Berikan injeksi pada bagian/daerah gluteal secara I M, dan melakukan aspirasi terlebih dahulu.
6. Anjurkan pada klien agar tidak memijat bagian yang diinjeksi
7. Spool spuit dengan larutan closin 0.5%, kemudian buang jarum dan spuit
8. Cuci tangan setelah melakukan injeksi
9. Anurkan klien untuk datang/kunjungan ulang 1 bulan lagi yaitu tanggal 19 April 2005.

3.6 IMPLEMENTASI
Tgl/Jam Keterangan Paraf
22-03-06 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada klien
2. Menyiapkan alat (spuit, jarum, kapas alkohol, kontrasepsi suntik 1 bulan).
3. Menyiapkan klien
4. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
5. Memberikan injeksi pada gluteal secara IM dengan melakukan aspirasi terlebih dulu pada daerah yang telah didesinfeksi
6. Mengajurkan pada klien untuk tidak memijat bagian yang telah diinjeksi.
7. Spuit dispool dengan larutan klorin 0.5% dan membuang pada kotak yang tahan tusuk.
8. Mencuci tangan setelah melakukan injeksi
9. Menganjurkan pada klien untuk datang lagi tanggal
10. Memberikan penjelasan tentang efek samping KB suntik 1 bulan.

3.7 EVALUASI
Tanggal : 22 Maret 2006 Jam : 17.00 WIB
S : Klien mengatakan mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
O : Klien dapat mengulang apa yang telah dijelaskan
A : Akseptor KB 1 bulan
P : Berikan injeksi ulang 1 bulan lagi.

BAB 4
SIMPULAN

Dari uraian tentang masalah penerapan manajemen kebidanan dalam memnberikan asuhan kebidanan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Dalam melakukan pengkajian diperlukan komunikasi yang baik dan dapat membangun hubungan saling percaya antara klien dengan bidan.
Dalam menganalisa data dengan cermat maka dapat dibuat diagnosa, masalah dan kebutuhan klien yang sesuai.
Dalam menyusun rencana tindakan asuhan tidak mengalami kesulitan jika ada kerjasama yang baik dengan klien.
Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah dan disandarkan pada perencanaan tindakan yang disusun.
Hasil evaluasi dan kegiatan yang telah dilaksanakan merupakan penilaian tentang keberhasilan asuhan kebidanan dan pelaksanaan diagnosa.

DAFTAR PUSTAKA

Hartantao, Hanafi, 1994. Kontrasepsi dan Keluarga Berencana. Jakarta.

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Operatif dan Sosial Jilid II. Jakarta : EGC.

Saifuddin, A.B. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wijono, Djoko. 1997. Manajemen Organisasi dan Kepemimpinan. Surabaya : Airlangga University Press

Askeb Ibu Hamil Dengan Anemia Sedang

IBU HAMIL DENGAN
ANEMIA SEDANG

I.PENGERTIAN


Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, anemia ini termasuk jenis anemia yang pengobatannya relative mudah.

Anemia lebih sering terjadi saat hamil disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat – zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan –perubahan dalam darah (pengenceran darah) dan sum –sum tulang.

Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya pun sangat besar terhadap sumber daya manusianya. Anemia pada saat kehamilan disebut “potential danger to mother and child” potensial membahayakan ibu dan anak). Karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehataan. Pada Pengamatan lebih lanjut menunjukan bahwa zat besi yang dapat di atasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi, khususnya pada daerah pedesaan, karena seringnya dijumpai bumi dengan malnutrisi, persalinan dengan jarak berdekatan, dan bumi yang dengan pendidikan dan tingkat sosial konomi darah.

(ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga Berencana; Manuaba; 1998)


II.Diagonosa Pada Kehamilan

Penegakan DX pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa, pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing–pusing, mata berkunang –kunang, dan muntah lebih sering dan hebat pada kehamilan muda.

Sedangkan pemeriksaan HB dan pengawasan HB dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan alat Hb sahli. Hasil pemeriksaan HB dengan dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut :

HB 11 gr % Tidak anemia
9 – 10 gr % Anemia ringan
7 – 8 gr % Anemia sedang
< 7 gr % Anemia berat

( Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana ; 1998)

Pemeriksaan darah pada Bumil dilakukan minimal 2 x selama kehamilan, yaitu pada TM I dan TM III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar Ibu hamil mengalami anemia maka dari itu dilakukan pemberian Preparat Fe sebanyak 90 tablet pada Ibu – ibu di Puskesmas maupun pada bidan praktek swasta.

III.Bentuk – bentuk Anemia


Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan darah adalah sebagai berikut :

a.komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari :

1. Protein, glukosa, lemak
2. Vitamin B12, asam falat, Vit C
3. Elemen dasar : Fe, Ion Cu, Zink


b.Sumber – sumber tulang

c.Kemampuan reabsorpsi usus terhadap bahan yang diperlukan

d.Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel – sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah yang baru.

e.Terjadinya perdarahan yang kronik (menahun)

1 Menstruasi
2 Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri,
Polip Serviks, penyakit darah.

Berdasarkan atas faktor – faktor diatas maka anemia dapat digolongkan menjadi :

1.Anemia defisiensi besi, oleh karena tubuh kekurangan zat besi
2.Anemia Megaloblastik, oleh karena kekurangan Vit B12
3.Anemia Hemolitik, oleh karena pemecahan sel – sel darah lebih cepat dari pembentukannya.
4.Anemia Hipoplastik, oleh karena gangguan pembentukan sel – sel darah. (Ilmu Kebidanan 1994)

IV.Pengaruh Anemia Pada Kehamilan dan Janin

1.Pengaruh anemia terhadap Kehamilan

a. Bahaya selama kehamilan

1.Terjadinya Abortus
2.Persalinan Prematur
3.Hambatan terhadap tumbuh kembang janin dalam rahim
4.Mudah terjadinya Infeksi
5.Ancaman Dekompensasi Cordis (jika HB < 6 gr)
6.Mola Hidatidosa
7.Hiperemesis Gravidarum
8.Perdarahan Antepartum
9.KPD ( Ketuban Pecah Dini )

b. Bahaya saat persalinan

1. Gangguan his kekuatan mengejan
2. Pada kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
3. Pada kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan.
4. Pada kala III (Uri) dapat diikuti Retencio Placenta, PPH
karena Atonnia Uteri
5. Pada kala IV dapat terjadi pendarahan Post Partum Sekunder
dan Atonia Uteri (Ilmu Kebidanan; Kandungan dan Keluarga Berencana; 1998)

c.Bahaya pada saat Nifas

1. Terjadi Subinvolusi Uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
2. Memudahkan infeksi Puerpurium
3. Berkurangnya pengeluaran ASI
4. Dapat terjadi DC mendadak setelah bersalin
5. Memudahkan terjadi Infeksi mamae
6. Terjadinya Anemia kala nifas

2.Pengaruh Anemia Terhadap Janin

Meskipun janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari Ibunya tetapi jika anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

Pengaruh – pengaruhnya terhadap janin diantaranya :

a.Abortus
b.Kematian Interauterin
c.Persalinan Prematuritas tinggi
d.BBLR
e.Kelahiran dengan anemia
f.Terjadi cacat kongenital
g.Bayi mudah terjadi Infeksi sampai pada kematian
h.Intelegensi yang rendah ( Ilmu Kebidanan 1994 )

Akeb ANC / Pemeriksaan Kehamilan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keteraturan ANC
2.1.1 Keteraturan
Keteraturan adalah kesamaan keadaan, kegiatan atau proses yang terjadi beberapa kali atau lebih, keadaan atau hal teratur (Hoetomo, 2005).
Dalam hal ini bagaimana ibu hamil memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kehamilan.
2.1.2 Keteraturan ANC
Keteraturan ANC adalah kedisiplinan / kepatuhan ibu hamil untuk melakukan pengawasan sebelum anak lahir terutama ditujukan pada anak.
Kunjungan antenatal untuk pemanfaatan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut :
2.1.2.1 Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu)
2.1.2.2 Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28)
2.1.2.3 Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36 dan sesudah minggu ke 36)
(Saifuddin, AB, 2002)

Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat penting.
Tabel 2.1 Informasi Penting Tentang Kunjungan Antenatal
Kunjungan Waktu Informasi Penting

Trimester pertama Sebelum minggu ke 14

Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil.
• Mendeteksi masalah dan menanganinya
• Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan
• Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi
• Mendorong perilaku yang shat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya
Trimester kedua Sebelum minggu ke 28 Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada kehamilan ganda
Trimester ketiga Antara minggu 28-36 Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda
Trimester ketiga Setelah 36 minggu Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.

2.2 Konsep Dasar Antenatal Care (ANC)ch06_image03trimester1
2.2.1 Batasan Antenatal Care (ANC)
2.2.1.1 Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998).
2.2.1.2 Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan tahu dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada stiap kunjungan antenatal (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2002).
2.2.1.3 Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Prawiroharjo, 1999).
2.2.1.4 Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dangan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan. Serta observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2006).
2.2.1.5 Kunjungan Antental Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan
pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan
kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Henderson, 2006).

2.2.2 Tujuan
Tujuan dari ANC adalah sebagai berikut :
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan bayi.
3. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakti secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempesiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
7. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
Menurut Depkes RI(1994) tujuan ANC adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Menurut Rustam Muchtar (1998) adalah :
Tujuan umum adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.

Tujuan khusus adalah
1. Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan,persalinan,dan nifas.
2. Mengenali dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin diderita sedini mungkin.
3. Menurunkan angka morbilitas ibu dan anak.
4. Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (1999) tujuan ANC adalah menyiapkan wanita hamil sebaik-baiknya fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.
Sedangkan menurut Manuaba (1998) secara khusus pengawasan antenatal bertujuan untuk:
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, persalinan, dan nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, kala nifas.
3. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana.
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal

2.2.3 Jadwal Pemeriksaan Kehamilan
Menurut Abdul Bari Saifudin, kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : sampai dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan,dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan.
Walaupun demikian, disarankan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dengan jadwal sebagai berikut : sampai dengan kehamilan 28 minggu periksa empat minggu sekali, kehamilan 28-36 minggu perlu pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu satu minggu sekali (Salmah, 2006).
Sebaiknya tiap wanita hamil segera memeriksakan diri ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. Pemeriksaan dilakukan tiap 4 minggu sampai kehamilan. sesudah itu, pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah 36 minggu (Sarwono, 1999).

Askeb Pada Persalinan Primigarvidatua

LANDASAN TEORI

A. Definisi


Partus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan sendiri ). ( I Gde Manuaba )
Primigravida tua adalah usia lebi dari 35 tahun pada kehamilan pertama. ( Askeb pada primigravida tua )
Persalinan primi tua adalah proses persalinan yang pertama kali dialami oleh wanita yang berusia lebih dari 35 tahun.
Primi tua ialah seorang yang pertama kali hamil pada usia 35 tahun/lebih, ada kemungkinan persalinan berlangsung lebih panjang disebabkan cerviks yang kaku atau inertia uteri (kelemahan his) (Obstetri Fisiologi, UNPAD).
Persalinan diusia ini mempunyai resiko karena :
a. Insiden kelainan fetus pada bayi meningkat.
b. Infertilitas yang lampau sering dan waktu yang tersedia untuk kehamilan yang akan datang terbatas.
(Askeb pada primigravida tua)
c. Kecenderungan untuk melahirkan secara secsio caesaria
d. Masalah-masalah dengan Diabetus Mellitus dan Hipertensi.
e. Persalinan yang lebih sulit dan lama. (kehamilan diatas 30 tahun)
Penyulit lain pada primitua adalah hipertensi, myoma uteri, dan ischemia rahim yang dapat menyebabkan hypoksia janin (Obstetri Fisiologi, UNPAD)
Persalinan bagi wanita yang berusia 30 – 40 tahun akan lebih lama dibandingkan dengan wanita yang berusia di bawah 30 tahun. Karena serviks pada wanita yang berusia 30-40 tahun tidak berdilatasi secara mudah seperti pada wanita yang berusia di bawah 30 tahun. Kontraksi rahim tidak secepat yang terjadi pada wanita yang berusia di bawah 30 tahun dan perdarahan post partum pada wanita yang berusia diatas 30 tahun mungkin berlangsung lebih lama dan lebih banyak. (kehamilan di atas 30 tahun)
Wanita yang berusia diatas 30 tahun mungkin juga akan mengalami kesulitan untuk hamil. Kalaupun hamil wanita usia ini mempunyai kesempatan 5% untuk melahirkan bayi dengan kelainan kromosom. (kehamilan di atas 30 tahun)

Minggu, 04 Oktober 2009

Askep Peritonitis

PENGERTIAN

Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa.

ETIOLOGI

1. Infeksi bakteri

· Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

· Appendisitis yang meradang dan perforasi

· Tukak peptik (lambung / dudenum)

· Tukak thypoid

· Tukan disentri amuba / colitis

· Tukak pada tumor

· Salpingitis

· Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

2. Secara langsung dari luar.

· Operasi yang tidak steril

· Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

· Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati

· Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

GEJALA DAN TANDA

· Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.

· Demam

· Distensi abdomen

· Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.

· Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.

· Nausea

· Vomiting

· Penurunan peristaltik.

PATOFISIOLOGI

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.

Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.

Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.

TEST DIAGNOSTIK

1. Test laboratorium

· Leukositosis

· Hematokrit meningkat

· Asidosis metabolik

2. X. Ray

· Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

· Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

· Usus halus dan usus besar dilatasi.

· Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

PROGNOSIS

· Mortalitas tetap tinggi antara 10 % - 40 %.

· Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.

· Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.

LAPARATOMI

Pengertian

Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.

Ada 4 cara, yaitu;

1. Midline incision

2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).

3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.

Indikasi

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.

2. Peritonitis

3. Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding)

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5. Masa pada abdomen

Komplikasi

1. Ventilasi paru tidak adekuat

2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

Latihan-latihan fisik

Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.

POST LAPARATOMI

Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

Tujuan perawatan post laparatomi;

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2. Mempercepat penyembuhan.

3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

4. Mempertahankan konsep diri pasien.

5. Mempersiapkan pasien pulang.

Komplikasi post laparatomi;

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.

2. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.

Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.

Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.

Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.

Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.

Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

Proses penyembuhan luka

· Fase pertama

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.

· Fase kedua

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.

· Fase ketiga

Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.

· Fase keempat

Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

3. Pencegahan infeksi.

Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

Mempertahankan konsep diri.

Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.

Pengkajian

Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;

1. Respiratory

· Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.

2. Sirkulasi

· Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.

3. Persarafan : Tingkat kesadaran.

4. Balutan

· Apakah ada tube, drainage ?

· Apakah ada tanda-tanda infeksi?

· Bagaimana penyembuhan luka ?

5. Peralatan

· Monitor yang terpasang.

· Cairan infus atau transfusi.

6. Rasa nyaman

· Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.

7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.

2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.

3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.

Tindakan keperawatan post operasi:

1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output

2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.

3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.

4. Perawatan luka operasi secara steril.

Evaluasi

1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :

· Suhu tubuh normal

· Nadi normal

· Perut tidak kembung

· Peristaltik usus normal

· Flatus positif

· Bowel movement positif

2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.

3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.

4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.

5. Luka operasi baik.

Sabtu, 05 September 2009

ANATOMI SISTEM PERNAFASAN

A. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia

2. Faring
• Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

3. Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea
• Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu

4. Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

B. Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
• Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
• Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
• Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
• Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

2. Bronkiolus
• Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
• Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

4. Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
• Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
• Dan kemudian menjadi alveoli

6. Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

PARU
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya

PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru

Askep Hipoglikemia



A. Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari 50 mg/%.
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s
- Hiperfungsi kelenjar adrenal
- Penyakit hati

Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:

- Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.

- Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

- Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

- Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.

B. Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

2. Riwayat :
- ANC
- Perinatal
- Post natal
- Imunisasi
- Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
- Pemakaian parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Pemakaian Corticosteroid therapi
- Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
- Kanker

3. Data fokus
Data Subyektif:
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel

Data obyektif:
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
- Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
- Plasma glukosa <>

C. Diagnose dan Rencana Keperawatan

1. Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi

Rencana tindakan:
- Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
- Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
- Monitor vital sign
- Monitor kesadaran
- Monitor tanda gugup, irritabilitas
- Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
- Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
- Cek BB setiap hari
- Cek tanda-tanda infeksi
- Hindari terjadinya hipotermi
- Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
- Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit

2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
- Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
- Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril
- Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas.
- Perhatikan kondisi feces bayi
- Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
- Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
- Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.

3. Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan pengeluaran keringat
- Cek intake dan output
- Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
- Cek turgor kulit bayi
- Kaji intoleransi minum bayi
- Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI

4. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada otot
- Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
- Lakukan fisiotherapi
- Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.

( Sex Edu ) kondom wanita

Kondom wanita adalah kondom yang dirancang khusus untuk digunakan oleh wanita. Kondom ini berbentuk tabung silinder yang dimasukkan ke dalam alat kelamin wanita. Kondom khusus kaum wanita tersebut memiliki dua ujung di mana ujung yang satu yang dimasukkan ke arah rahim tertutup dengan busa untuk menyerap sperma dan ujung yang lain ke arah luar terbuka.
Bahan kondom terbuat dari polyurethane atau latex dengan dua buah cincin pada masing-masing ujungnya yang berfungsi sebagai rangka. Kondom wanita memiliki desain yang pas untuk bentuk organ vital perempuan yang konon lebih enak dipakai daripada kondom laki-laki. Kondom ini memiliki panjang 17an cm dan diameter 6 hingga 7 cm.

Harga kondom wanita ini memang jauh lebih mahal dibanding kondom lelaki yang bisa berkali-kali lipat. Walaupun demikian kondom ini tidak bisa menjamin aman digunakan dan anti sobek 100% karena bisa saja sobek jika salah dalam penggunaan, kesalahan produksi pabrik, kadaluarsa, dan lain sebagainya. Semakin banyak pilihan maka semakin sulit pula untuk mengatakan tidak pada kondom. Kondom kini tidak hanya digunakan untuk pasangan pranikah saja, namun juga oleh pasangan yang resmi menikah untuk mencari alternatif dan sensasi yang berbeda.

Condom wanita ini bisa digunakan untuk berbagai situasi dan kondisi dalam berhubungan seks / badan / intim / suami isteri baik dalam keadaan menstruasi atau datang bulan dan menyusui atau baru melahirkan. Namun jangan sekali-kali digunakan pada wanita yang masih perawan atau gadis karena akan sangat menyakitkan karena akan merusak selaput dara kegadisan si wanita tersebut.

Cara Pakai / Memakai / Menggunakan Kondom Wanita :

1. Ujung yang tertutup di bentuk lonjong pipih atau bisa juga angka delapan dengan salah satu jari-jari tangan.





























2. Tangan yang lain membuka bibir vagina dan yang memegang ujung kondom yang tertutup memasukkan ke dalam lubang kemaluan.










3. Setelah cincin masuk ke dalam vagina, tangan yang satu memasukkan jari ke dalam kondom untuk mendorong agar kondom bisa masuk seluruhnya. Usahakan cincin yang di dalam menghadap langsung ke arah mulut rahim.







4.Rapihkan cincin bagian luar yang terbuka di bibir vagina. Kondom siap dipakai untuk berhubungan badan suami istri. Selamat menikmati.
















5. Untuk melepasnya tinggal dicabut pelan-pelan dan lapisan bagian cincin yang luar dipencet agar air mani tidak berantakan kemana-mana.











Pengertian bronkhitis

Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).

Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan

Anatomi sistem pernafasan
Saluran pernafasan bagian atas

Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.

Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.

Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

Saluran pernafasan bagian bawah.

Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.

Bronkus
Broncus terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.

Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).

Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses yaitu :
Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler paru.
Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.

Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.

Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.

Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.

Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

Manifestasi klinis

Keluhan
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.

Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah

Pemeriksaan fungsi paru
VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik) : menurun.
KV (kapasitas vital) : menurun (normal 3,1 liter, 4,8 liter).
VR (volume residu) : bertambah (normal 1,1 liter, 1,2 liter).
KTP (kapasitas total paru) : normal (normal 4,2 liter, 6,0 liter).
KRF (kapasitas residu fungsional) : sedikit naik atau normal (normal 1,8 liter, 2,2 liter).

Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.

Penganganan
Tindakan suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
Menghindari merokok
Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
Nutrisi yang baik.
Hidrasi yang adekuat.
Terapi khusus (pengobatan).
Bronchodilator
Antimikroba
Kortikosteroid
Terapi pernafasan
Terapi aerosol
Terapi oksigen
Penyesuaian fisik
Latihan relaksasi
Meditasi
Menahan nafas
Rehabilitasi

Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala klinik waktu berobat.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependent
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat.
Penggunaan otot bantu pernafasan
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas ronchi
Perkusi hyperresonan pada area paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Pemeriksaan diagnostik :
Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
TLC : Meningkat
Volume residu : Meningkat.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.

Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.

Perencanaan Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.

Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Awasi GDA
Rasional : PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran

Rencana tindakan:
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.

Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.

Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.